![]() |
doc : pribadi |
Identitas Buku
Judul : Ahed Tamimi - Gadis Palestina Yang Melawan Tirani IsraelPenulis : Manal Tamimi, Paul Heron, Paul Morris, Peter Lahti
Penerbit : Mizan
Tahun Terbit : 2018 (Cetakan Pertama)
Halaman : 229
Blurb
Ahed Tamimi pernah menjadi perhatian dunia ketika dia ditangkap tentara Israel menjelang Natal 2017. Mereka menerobos masuk rumah Ahed di tengah malam buta, dan menyeret pergi gadis berusia 16 tahun ini. Gara-garanya? Ahed menampar tentara Israel yang masuk ke rumahnya. Ahed kesal karena tentara Israel menembak sepupunya tepat di wajah.
Ahed tinggal di Nabi Saleh, 20 kilometer di utara Yerussalem dan mengalami pahitnya pendudukan Israel. Aktivitas penduduk setiap saat diawasi. Siapa pun, termasuk anak-anak, bisa ditangkap dan dijebloskan ke penjara tanpa alasan jelas.
Dunia marah dan prihatin atas ketidakadilan yang menimpa Ahed. Kampanye #FreeAhed tidak hanya beredar luas secara online, melainkan dalam bentuk poster dan grafiti yang termpampang di tempat-tempat umum, seperti London dan Lisbon.
Ahed memberi keberanian dan harapan pada siapa pun, di mana pun, untuk berani membela diri ketika diperlakukan tidak adil.
Sinopsis
Buku ini menceritakan tentang seorang gadis yang tinggal di sebuah desa yang terletak di sebuah bukit, desa itu bernama Nabi saleh. Konflik bermula ketika Ahed dengan berani menampar seorang tentara Israel yang memasuki halaman rumahnya dengan tujuan untuk menembaki anak-anak yang sedang bermain di bawah bukit.
Namun kekesalannya juga semakin memuncak ketika mengingat kejadian beberapa hari sebelumnya di saat tentara Israel menembaki sepupunya yang berusia 15 tahun tepat di wajahnya.
Peristiwa penamparan ini beredar di internet dan memicu kemarahan warga Israel sehingga tak lama kemudian Ahed ditangkap pada jam 3 pagi untuk dijebloskan ke penjara Israel.
Buku ini ditulis oleh Manal Tamimi yang merupakan seorang aktivis yang rajin menyuarakan kritiknya terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan Israel. Dibantu oleh tiga temannya, yaitu Paul Morris (Dosen Universitas Swedia), Paul Heron (Pengacara Inggris) dan Peter Lahti (Jurnalis), buku ini terbagi menjadi 4 Bab dengan fokus sudut pandang dari 4 orang tersebut.
Pada BAB 1 yang dibuka oleh Paul Morris, menceritakan tentang bagaimana Ahed kecil yang awalnya bercita-cita ingin menjadi pemain bola, malah mengubah cita-citanya ingin menjadi pengacara karena penindasan dan ketidakadilan yang selalu ia saksikan. Pada Bab ini juga menceritakan bagaimana kronologi penangkapan Ahed, beserta wawancara bersama sepupu-sepupu dan saudara Ahed. Termasuk juga bagaiman perasaan ayah Ahed yang juga merupakan aktivis yang aktif dalam menyuarakan kemerdekaan Palestina.
Berbeda dengan Bab 1 yang ringan, pada Bab 2 yang diambil dari sudut pandang Peter Lahti, pembahasan mulai berat. Bab ini memfokuskan pada pembahasan sejarah bagaimana kependudukan Israel bisa terjadi, mulai dari Zionis yang didirikan bertujuan "mendapatkan rumah untuk bangsa Yahudi", kekalahan Ottoman oleh Inggris, deklarasi Balfour, hingga peristiwa Nakba.
Pada Bab 3 oleh Paul Heron yang juga merupakan seorang pengacara, memfokuskan tentang pembahasan ketimpangan hukum pada anak-anak di Israel dan Palestina yang tinggal di tepi barat. Selain itu pada bab ini juga membahas sistem peradilan diskriminatif yang dilakukan Israel, juga sistem peradilan militer yang mengabaikan hukum internasional.
Pada Bab terakhir, adalah bab dengan sudut pandang oleh penulis utama Manal Tamimi. Bab ini menceritakan bagaimana pengalamannya sebagai seorang wanita yang berkali-kali sudah merasakan kejam dan tidak manusiawinya penjara Israel. Selain itu Bab ini juga menjelaskan tentang bagaimana peranan dan perjuangan kaum wanita dalam melawan kekejaman zionis.
____________________________________________________________
Setelah membaca...
Saya termasuk pembaca yang selalu memperhatikan cover sebelum saya memutuskan untuk membaca buku tersebut, dan cover dengan foto asli adalah cover yang paling tidak saya minati sebenarnya. Namun, ekspresi Ahed Tamimi yang berani mengintimidasi seorang tentara yang membawa senjata sambil bertolak pinggang, membuat saya sedikit bergidik dan langsung penasaran sebenarnya buku ini membahas apa. Saya pikir buku ini hanya akan membahas mengenai kronologi tentang kejadian yang ada di cover, memang sepanjang apa kisahnya? Begitu pikirku ketika mengetahui jumlah halamannya cukup banyak.
Namun ternyata pemikiran saya salah, pada buku ini selain menjelaskan kenapa hal ini bisa terjadi, juga menjelaskan sejarah mengenai kependudukan Israel terhadap Palestina. Bagaimana kekejaman dan ketidakadilan yang dihadapi oleh Ahed Tamimi bukanlah satu-satunya kasus yang telah terjadi. Sehingga buku ini akan semakin membuka mata kita bahwa ketidakadilan bagi rakyat Palestina sangat tidak manusiawi untuk dirasakan oleh mereka.
Karena buku ini dibagi menjadi 4 bagian, saya bisa merasakan berbagai macam emosi ketika membacanya. Ketika membaca bab pertama saya ikut merasakan kesedihan yang dialami oleh orangtua Ahed yang tidak bisa berbuat apa-apa ketika putrinya yang masih 15 tahun ditangkap oleh tentara di tengah malam buta.
Saya merasa geram dan kesal ketika membaca bab 2 dan 3. Terlebih ketika membaca part mengenai kerangka hukum militer yang membuat IDF dan polisi berhak menangkap seorang anak tanpa surat perintah, walau mereka hanya "curiga" dan tidak mempunyai bukti apapun bahwa anak itu telah melanggar peraturan keamanan di Israel.
Tidak bertele-tele dalam menjelaskan sebuah kronologi dan menceritakan sejarah menurut saya adalah kelebihan dari buku ini. Jujur saya pikir buku ini akan membosankan, namun ternyata dengan adanya fokus di masing-masing bab dan masih berkesinambungan antar babnya membuat buku ini saya memberi rating 5/5.
Kekurangan buku ini menurut saya cuma masalah cover, itu pun juga hanya masalah selera. Namun isinya menurut saya sudah dikemas dengan baik. Selain itu, juga ada bonus-bonus foto serta dilengkapi dengan QR kode video yang bisa kita cek langsung mengenai kebenaran tulisan yang ada pada buku ini.(dae)
Comments
Post a Comment