USULKAN TIAP PASANGAN PUNYA ANAK PEREMPUAN, INI 3 HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN NEGARA

pexel.com


Dilansir dari detikhealth , Kepala Badan Kependudukan dan Keluaga Berencana Nasional (BKKBN) dr Hasto Wardoyo beberapa waktu yang lalu mengharapkan tiap pasangan melahirkan satu anak perempuan dikarenakan merosotnya angka kelahiran.

Hal ini diawali dengan menurunnya angka pernikahan yang semula selalu di angka 2 juta , namun sekarang berada di angka 1,5-1,7 juta hingga berimbas pada menurunnya angka kelahiran. Walaupun angka ini masih tergolong ideal, namun Kepala BKKBN tetap khawatir ke depannya angka kelahiran semakin merosot.

Sontak, pernyataan ini mendapat respon yang keras dari beberapa netizen terkhusus dari para kaum hawa.

Beberapa komentar dari akun pandemitalk yang memposting mengenai hal ini menuliskan banyak protes dan kekecewaan terhadap usulan yang dianggap asal-asalan tersebut.

"BKKBN bisa dibubarin aja ga? Kayak udah ga masuk akal aja" tulis akun adefaxxxxxx.

"Pertama, menikah dan punya anak adalah pilihan. Kedua, kita tidak bisa memilih jenis kelamin anak. Ketiga, ada juga keluarga yang hanya ingin satu anak selamanya. Keempat, kok dijadiin target?" tulis akun ditaxxxxx.

"Rahim punya gue, ngapain pemerintah ikut campur ha?" tulis akun vershxxxxxxxx.

Sesungguhnya, beberapa komentar netizen tersebut berbanding lurus dengan kesulitan ekonomi yang terjadi di negara ini. Mindset yang terbentuk pada masyarakat mengenai banyak anak banyak rezeki sudah mulai tergeser karena dipaparnya dengan realita kehidupan yang tidak mudah saat ini.

Namun, usulan dari kepala BKKBN sebenarnya tidaklah seburuk itu jika dibarengi dengan solusi dan fasilitas yang baik juga yang akan diberikan oleh negara.

Sebagai referensi untuk mencontoh dari negara lain, berikut hal yang harus pemerintah perhatikan sebelum mengusulkan tiap pasangan harus mempunyai anak perempuan:

1. Biaya

Membesarkan seorang anak, artinya siap untuk menanggung seluruh biaya kehidupannya sampai anak mampu mencari penghasilan sendiri. Biaya yang dikeluarkan bahkan dari sebelum anak lahir tidaklah sedikit. Terlebih sebagai orang tua, kita pasti ingin memberikan yang terbaik bagi buah hati kita.

Maka dari itu, selain beban tanggung jawab moral, tidak sedikit dari orang yang memutuskan untuk tidak punya anak dikarenakan masalah biaya. Hal itu terlihat lumrah di saat ini dikarenakan setiap orang memiliki hak yang sama atas tiap keputusan yang diambilnya.

Namun, bagaimana jika pemerintah berani membayar bagi masyarakatnya yang ingin punya anak? Hal ini sudah banyak terjadi beberapa negara seperti Jepang, Korea Selatan, Finlandia , Estonia, Prancis, Luksemburg, bahkan negara tetangga kita Singapura.

Dilansir dari BBC News Indonesia, sebuah kota kecil di Finlandia bernama Lestijarvi memberikan uang tunai setara 155 juta rupiah pada tiap anak yang lahir di kota tersebut. Selain itu Finlandia juga mempunyai program "paket kado untuk bayi baru lahir" yang jika dirupiahkan setara dengan 1 juta rupiah.

Selain Finlandia, ada Jepang dan Singapura yang memberikan tunjangan pada rakyatnya yang mau untuk punya anak. Bahkan, nominalnya akan semakin tinggi tiap kelahirannya. Salah satu kota di Jepang rela membayar warganya dengan nilai setara 90juta untuk kelahiran anak pertama, dan nominal ini akan terus meningkat, terutama untuk Ibu yang melahirkan anak ke empat. pemerintah Jepang bahkan rela membayar 145,6 juta jika dirupiahkan.

Pertanyaannya, sudah siapkah negara untuk ikut turut memberikan biaya pada tiap bayi yang baru lahir seperti negara lain?

2. Fasilitas Melahirkan

Penelitian mengatakan bahwa ketika seorang Ibu melahirkan, rasa sakitnya setara dengan dipatahkannya 20 tulang secara bersamaan. Selain kondisi fisik, kondisi mental seorang Ibu ketika sehabis melahirkan juga sedang diambang batasnya dikarenakan hormon yang berubah.

Ibu yang melahirkan butuh dukungan dari orang-orang terdekat dan butuh beradaptasi dengan bayi. Beristirahat yang cukup dalam masa pemulihan bagi Ibu sehabis melahirkan sangatlah penting. Di negara kita, ada yang namanya cuti melahirkan untuk Ibu. Namun, tidak ada tunjangan atau cuti yang setara dengan Ibu untuk Ayah guna membantu istrinya pasca melahirkan. 

Cuti melahirkan biasanya hanya diberikan dalam kurun waktu 12 minggu. Itu pun biasanya di bagi pra dan pasca melahirkan. Ibu dipaksa meninggalkan bayinya pergi bekerja di saat usia anak masih sekitar 1,5-3 bulan. 

Butuhnya peran negara dalam lebih memperhatikan fasilitas cuti ini guna perkembangan bayi dan pemulihan Ibu yang lebih optimal.

Melansir dari Haibunda.com , beberapa negara yang memberikan fasilitas terbaik bagi Ibu yang melahirkan memberikan cuti minimal 26-50 minggu. Bahkan di negara Swedia, ayah akan mendapatkan tunjangan Ayah bagi istrinya yang melahirkan.

Di Inggris, selain memberikan cuti melahirkan, sang Ibu juga mendapatkan persalinan gratis serta perawatan pasca melahirkan gratis di rumah sakit terdaftar. Bahkan India yang merupakan negara dengan padat penduduk memberikan fasilitas cuti berbayar serta RUU di negara tersebut juga mengatur agar tiap perusahaan menyediakan tempat penitipan anak bagi Ibu yang akan kembali bekerja.

Fasilitas cuti di Indonesia memang sudah ada, namun siapkah negara mengesahkan RUU yang lebih menguntungkan para Ibu pasca melahirkan dibandingkan instansi perusahaan seperti negara lain?

3. Urgensi

Pada Mei lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis bahwa per februari 2024 jumlah pengangguran di Indonesia mencapai angka 7,2 juta. Walau jumlah tersebut dikatakan mengalami penurunan , namun angka 7,2 juta masih terbilang angka yang sangat tinggi.

Walau negara menyediakan solusi berupa kartu pra kerja, namun harus kita akui bahwa itu hanyalah solusi jangka pendek. Masih ada banyak anak muda yang depresi tidak mendapatkan pekerjaan. Lapangan pekerjaan yang tersedia masih sangat terbatas. Sekalipun ada lapangan pekerjaan, perusahaan memiliki batasan umur, pendidikan dan persyaratan lainnya.

Mengutip dari situs BPS, jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2024 mencapai 281.603.800 jiwa . Indonesia masih menjadi negara keempat yang memiliki jumlah tertinggi di dunia. Namun 7,2 juta penduduk masih tidak memiliki pekerjaan.

Dari data yang disajikan BPS, terlihat jelas hal yang menjadi urgensi negara adalah menyelesaikan dan terus mencari solusi untuk menghapuskan angka pengangguran dibandingkan memikirkan tiap keluarga harus melahirkan anak perempuan.


Usulan bukanlah hanya sebatas omongan jika yang menyatakan usulan adalah seorang petinggi dari sebuah badan negara. Usulan tersebut bisa saja langsung diwujudkan dengan otoritas yang dimiliki. Respon keras dari masyarakat terhadap usulan tersebut sebenarnya juga bukanlah hal tidak mendasar. Ada rasa takut akan terwujudnya sebuah usulan yang keluar begitu saja dari mulut para pejabat.

Mengesampingkan mengenai hak perorangan untuk ingin punya anak atau tidak, serta jenis kelamin yang menjadi kuasa dari Tuhan, usulan tiap pasangan harus memiliki satu anak perempuan sudah semestinya memperhatikan tiga poin di atas terlebih dahulu.




Referensi:
  1. https://sulteng.bps.go.id/pressrelease/2024/05/06/1304/tingkat-pengangguran-terbuka--tpt--februari-2024-sebesar-3-15-persen--tingkat-partisipasi-angkatan-kerja--tpak--februari-2024-sebesar-68-53-persen.html
  2. https://www.bbc.com/indonesia/vert-fut-50205201
  3. https://www.haibunda.com/moms-life/20220921122014-76-284817/5-negara-yang-memberikan-fasilitas-paling-baik-bagi-bunda-yang-baru-melahirkan/2




Comments

  1. Skrg udah disahkan yg cuti melahirkan 6 bulan. Tapi ada tapinya, yaitu *up to* 6 bulan, bukan unconditionally 6 bulan. Kutipan: "Disebutkan cuti hamil paling singkat adalah 3 bulan, sementara itu 3 bulan tambahannya diberikan apabila terdapat kondisi khusus yang terjadi pada ibu atau anak yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter."

    Dan cuti ayah belum ada UUnya, kalaupun ada yg masi progres dibahas baru hanya untuk ASN. 🫠 Pindah kewarganegaraan dulu ke Qatar baru bisa tenang nambah anak...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasi info tambahannya mba.

      Seperti biasa, kadang sebuah kebijakan udah dibikin dan disahkan pun, kondisi di lapangan belum tentu juga berjalan sebagaimana mestinya. Kadang perusahaan seenaknya juga sama karyawan, tapi ga ada yang berani adukan, karena udah skeptis duluan dengan kinerja pemerintah dan takut malah kehilangan pekerjaan wkwkwk

      Kalau pindah negara hatiku ga sanggup mba berpisah sama seblak, sate padang, sate madura, ketoprak, dll. Memang berat cobaan mencintai Indonesia ini hahaha

      Delete

Post a Comment